DJP Tak Minta Bantuan Negara Lain Kejar Pengemplang Pajak, Kenapa?


Jakarta-taxjusticenews.com: Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan belum memanfaatkan proses permintaan bantuan penagihan urusan perpajakan ke negara lain hingga saat ini.

Padahal, ketentuan untuk menagih setoran para pengemplang pajak yang ada di luar negeri itu telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2023 yang berlaku sejak 12 Juni 2023.

“Memang betul saat ini belum dilakukan bantuan permintaan penagihan, baik kami ke luar negeri kepada otoritas teman yang ada di sebelah maupun dari otoritas teman sebelah meminta bantuan kepada kami yang ada di Indonesia,” kata Dirjen Pajak Suryo Utomo saat konferensi pers APBN, dikutip Jumat (23/2/2024).

Suryo menjelaskan, ketentuan permintaan bantuan penagihan itu belum bisa dilaksanakan karena masih membutuhkan landasan hukum dalam bentuk peraturan presiden atau perpres.

 

 

“Karena ada satu Perpres yang saat ini sedang dalam proses yaitu menghilangkan reservasi Indonesia mengenai aktivasi bantuan penagihan untuk tujuan perpajakan ini,” tutur Suryo.

Proses penyusunan Perpres itu saat ini sudah berjalan dan tinggal menunggu untuk penetapan pengesahannya. Setelah diundangkan DJP akan memberitahukan kepada OECD bahwa Indonesia siap bertukar untuk permintaan bantuan penagihan kepada seluruh negara mitra yang memiliki perjanjian.

“Dan juga memiliki resiprositas mengenai bantuan penagihan dengan Indonesia,” ungkap Suryo.

Dalam permintaan bantuan penagihan pajak dengan negara mitra atau yurisdiksi mitra itu, Ditjen Pajak atau DJP sudah memiliki 13 perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) sejak 2021 silam.

 

 

Saat itu, Suryo merinci, 13 P3B yang sudah terikat kerja sama dengan Indonesia di antaranya Aljazair, Amerika Serikat, Armenia, Belanda, Belgia, Filipina, India, Laos, Mesir, Suriname, Yordania, Venezuela, dan Vietnam.

Dalam Pasal 79 PMK 61/2023 disebutkan, permintaan bantuan penagihan pajak dilakukan dengan memenuhi lima kriteria. Pertama, setiap permintaan bantuan penagihan pajak hanya memuat satu identitas penanggung pajak

Kedua, Penanggung Pajak berada di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra atau memiliki Barang di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, dan yang ketiga adalah Utang Pajak tidak sedang dalam sengketa antara Penanggung Pajak dengan Direktorat Jenderal Pajak atau telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Adapun kriteria keempat adalah telah dilakukan tindakan penagihan Pajak di Indonesia berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan sesuai dengan kesepakatan dengan Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, tetapi Penanggung Pajak tidak melunasi Utang Pajak; dan kelima hak untuk melakukan penagihan Pajak atas Utang Pajak belum daluwarsa.

Dalam hal permintaan Bantuan Penagihan Pajak berupa pemberitahuan Surat Paksa, Penyitaan, penjualan Barang sitaan, Pencegahan, dan/atau Penyanderaan, atau tindakan penagihan Pajak yang dapat dipersamakan di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, harus melampirkan berita acara pemberitahuan Surat Paksa.

Sumber: https://www.cnbcindonesia.com/news/20240222193133-4-516887/djp-tak-minta-bantuan-negara-lain-kejar-pengemplang-pajak-kenapa

Berita Terkait

Top