Breaking News
Menyambut Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto
Urgensi Amnesti Pajak dalam Konteks Pasal 4 Ayat (1) Huruf p Undang-Undang Pajak Penghasilan
Potensi Integrasi Tax Accounting Equation ke dalam Sistem Monitoring Self Assessment untuk Peningkatan Rasio Pajak di Indonesia
Advancing Fiscal Resilience: A Comprehensive Analysis of Indonesia’s STEM CEL Initiative for Tax Transformation
Integrasi Tax Accounting Equation (TAE) ke dalam System Monitoring Self Assessment (SMSA) potensial meningkatkan rasio pajak secara cepat menjadi 23%
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman Media Siber
  • Home
  • Pajak
  • Implementasi Komprehensif Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 sebagai Fondasi Badan Penerimaan Negara: Analisis Strategis

Implementasi Komprehensif Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 sebagai Fondasi Badan Penerimaan Negara: Analisis Strategis

taxjusti | 12 May 2025, 15:24 pm | 0 comments | 20 views

Jakarta, taxjusticenews.com:

1. Ringkasan Eksekutif

Laporan ini menganalisis usulan strategis dari Dr. Imam Nashirudin untuk mewajibkan implementasi penuh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan oleh seluruh institusi di Indonesia. Gagasan ini muncul sebagai respons terhadap amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kabinet Prabowo-Gibran untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN). Analisis menunjukkan bahwa implementasi komprehensif UU Nomor 9 Tahun 2017 selaras dengan tujuan RPJMN untuk meningkatkan rasio penerimaan negara secara signifikan dan akan menjadi fondasi yang kuat bagi operasional BPN yang efektif dan efisien. Langkah ini juga menunjukkan kesinambungan kebijakan dan memberikan sinyal positif kepada wajib pajak serta aparat perpajakan. Meskipun terdapat tantangan dalam implementasinya, manfaat jangka panjang berupa peningkatan penerimaan negara dan keadilan sistem perpajakan sangatlah krusial bagi kemajuan fiskal Indonesia. Laporan ini menyajikan analisis mendalam mengenai latar belakang, manfaat, tantangan, dan langkah-langkah implementasi yang diperlukan untuk mewujudkan visi ini.

2. Pendahuluan

Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) merupakan salah satu prioritas utama yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Amanat ini bertujuan untuk memperkuat fiskal negara melalui peningkatan penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Dalam menyambut gagasan ini, Dr. Imam Nashirudin mengajukan usulan strategis untuk mewajibkan implementasi secara menyeluruh Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan oleh seluruh institusi di Indonesia. Undang-undang ini memegang peranan penting dalam membuka akses bagi otoritas perpajakan untuk memperoleh informasi keuangan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kepatuhan dan memperluas basis pajak.

Langkah proaktif ini dianggap krusial mengingat kebutuhan akan mekanisme pengumpulan pendapatan negara yang lebih efektif untuk mencapai tujuan pembangunan nasional dan peran sentral BPN dalam mewujudkan hal tersebut. Laporan ini bertujuan untuk menganalisis secara mendalam usulan Dr. Imam Nashirudin, mengidentifikasi manfaat dan tantangannya, mengevaluasi keselarasan dengan RPJMN, serta menguraikan langkah-langkah implementasi yang diperlukan. Analisis ini didasarkan pada informasi yang tersedia dalam berbagai sumber, termasuk berita, peraturan perundang-undangan, dan kajian akademis.

3. Urgensi Strategis Badan Penerimaan Negara (BPN)

Rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) secara eksplisit tercantum sebagai prioritas dalam RPJMN 2025-2029 yang ditetapkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Salah satu tujuan utama pembentukan BPN adalah untuk meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hingga mencapai 23% pada akhir periode RPJMN tahun 2029. Langkah ini dipandang sebagai kunci untuk mendukung pembiayaan pembangunan yang berkelanjutan.

RPJMN 2025-2029 mengakui adanya kesenjangan administrasi dan kebijakan sebagai penyebab rendahnya penerimaan negara saat ini. Oleh karena itu, BPN diharapkan dapat berperan dalam mentransformasi tata kelola kelembagaan untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Pembentukan BPN juga dipandang sebagai langkah fundamental untuk mewujudkan visi jangka panjang Indonesia Emas 2045 dengan menyediakan ruang fiskal yang diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mencapai aspirasi pembangunan jangka panjang. Target rasio penerimaan negara terhadap PDB sebesar 23%, meskipun ambisius, menunjukkan komitmen pemerintah untuk melakukan reformasi fiskal yang signifikan. BPN menjadi instrumen utama yang diharapkan dapat merealisasikan target ini, mengindikasikan pergeseran menuju sistem pengumpulan pendapatan yang lebih terpusat dan berpotensi lebih otonom.

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017: Memperkuat Upaya Peningkatan Penerimaan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 memiliki tujuan utama untuk menetapkan landasan hukum bagi akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Undang-undang ini hadir untuk mengatasi keterbatasan akses otoritas perpajakan terhadap data keuangan yang sebelumnya diatur oleh undang-undang di bidang perbankan, perbankan syariah, dan pasar modal.

Beberapa ketentuan kunci dalam UU Nomor 9 Tahun 2017 meliputi kewajiban bagi lembaga keuangan untuk melaporkan informasi keuangan secara otomatis kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Informasi yang wajib dilaporkan mencakup identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga keuangan pelapor, saldo atau nilai rekening keuangan, serta penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan. Undang-undang ini juga mengatur mekanisme pelaporan secara elektronik dan non-elektronik, memberikan kewenangan kepada DJP untuk meminta informasi dan klarifikasi dari lembaga keuangan terkait potensi ketidakpatuhan, serta menetapkan sanksi bagi lembaga keuangan yang tidak memenuhi kewajiban pelaporan atau memberikan informasi palsu. Lebih lanjut, UU Nomor 9 Tahun 2017 memfasilitasi pemenuhan komitmen Indonesia dalam perjanjian internasional terkait pertukaran informasi keuangan secara otomatis (AEOI). Dengan menghilangkan hambatan berupa kerahasiaan bank untuk kepentingan perpajakan, undang-undang ini memberikan otoritas perpajakan akses yang lebih luas terhadap data keuangan, yang menjadi alat krusial dalam memerangi penghindaran dan penggelapan pajak.

5. Visi Dr. Imam Nashirudin: Implementasi Komprehensif untuk BPN yang Kuat

Dr. Imam Nashirudin mengusulkan agar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 diimplementasikan secara penuh dan komprehensif oleh seluruh institusi di Indonesia. Usulan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan strategis. Pertama, implementasi efektif UU Nomor 9 Tahun 2017 akan mempercepat peningkatan rasio pajak melalui perluasan basis pajak dan peningkatan kepatuhan. Kedua, kepatuhan seluruh institusi terhadap regulasi perpajakan yang ada akan menciptakan sistem yang lebih terintegrasi dan transparan, yang akan menjadi fondasi kokoh bagi pembentukan BPN yang efektif dan efisien. Ketiga, langkah ini menunjukkan kesinambungan dan dukungan terhadap visi pemerintah dalam memperkuat penerimaan negara, memberikan sinyal positif kepada seluruh pihak terkait. Keempat, implementasi tanpa kecuali memastikan adanya keadilan dalam sistem perpajakan, di mana seluruh institusi memiliki kewajiban yang sama, sekaligus mendorong budaya kepatuhan yang lebih kuat di semua sektor. Secara keseluruhan, gagasan ini sangat relevan dan sejalan dengan agenda nasional untuk memperkuat fiskal negara melalui peningkatan penerimaan pajak.

Usulan Dr. Nashirudin menekankan pentingnya penerapan UU Nomor 9 Tahun 2017 secara universal, tidak hanya terbatas pada wajib pajak individu dan entitas swasta, tetapi juga mencakup seluruh institusi pemerintah. Hal ini bertujuan untuk menciptakan kesetaraan dan transparansi dalam sistem perpajakan, di mana semua pihak tunduk pada aturan yang sama. Dengan demikian, pemerintah sebagai regulator dan juga sebagai pelaku ekonomi melalui berbagai institusinya, diharapkan dapat memberikan contoh yang baik dalam hal kepatuhan pajak.

6. Sinergi dengan Peran Penasihat Bapak Hadi Poernomo

Penunjukan Bapak Hadi Poernomo sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara menggarisbawahi komitmen pemerintah untuk memperkuat penerimaan negara. Dengan pengalaman luas sebagai mantan Direktur Jenderal Pajak dan Ketua BPK RI, Bapak Hadi Poernomo memiliki keahlian mendalam dalam administrasi perpajakan dan pengawasan keuangan. Beliau juga dikenal sebagai pendukung lama pembentukan badan penerimaan negara yang terpadu, sejalan dengan tujuan RPJMN.

Bapak Hadi Poernomo juga menekankan pentingnya transparansi data dalam meningkatkan kepatuhan dan efektivitas penerimaan negara, bahkan mengusulkan sistem “CCTV penerimaan negara”. Penekanan pada data dan monitoring ini sangat selaras dengan tujuan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017, menunjukkan dukungan kuat beliau terhadap implementasi komprehensif undang-undang ini. Pengalaman dan pandangan Bapak Hadi Poernomo akan menjadi aset berharga dalam merancang pembentukan dan operasionalisasi BPN, serta memastikan sinergi antara inisiatif ini dengan implementasi UU Nomor 9 Tahun 2017.

7. Target dan Strategi RPJMN 2025-2029 untuk Penguatan Fiskal

RPJMN 2025-2029 menetapkan target-target ambisius terkait penerimaan negara. Target utama meliputi peningkatan rasio penerimaan negara terhadap PDB menjadi 23% pada tahun 2029, peningkatan jumlah wajib pajak sebesar 90% melalui upaya ekstensifikasi pada tahun 2029, pencapaian tingkat kepatuhan 100% dalam penyampaian SPT Tahunan PPh wajib pajak badan dan orang pribadi pada tahun 2029, dan indeks efektivitas kebijakan penerimaan negara sebesar 100% pada tahun 2029. Selain target keseluruhan penerimaan negara, RPJMN juga mencantumkan target rasio pajak yang lebih terukur dalam kisaran 11,49% hingga 15,01% pada tahun 2029.

Untuk mencapai target-target ini, RPJMN mengidentifikasi beberapa intervensi strategis. Pendirian Badan Penerimaan Negara menjadi salah satu langkah utama. Selain itu, implementasi sistem informasi inti perpajakan (Coretax) dan interoperabilitas dengan sistem informasi stakeholder terkait menuju data driven juga menjadi fokus. Strategi lainnya meliputi simplifikasi proses bisnis dan kelembagaan serta penguatan kebijakan, pembenahan tata kelola ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan termasuk sin tax, peningkatan kepatuhan perpajakan, dan fokus pada transformasi digital, termasuk elektronifikasi transaksi pemerintah daerah.

Perbedaan antara target rasio penerimaan negara (23%) dan rasio pajak (11-15%) mengindikasikan bahwa pemerintah memiliki pandangan yang lebih luas mengenai sumber-sumber pendapatan negara, tidak hanya terbatas pada pajak. Target rasio pajak yang lebih rendah dan terukur kemungkinan merupakan sasaran jangka pendek yang lebih realistis dalam kerangka waktu RPJMN, sementara target keseluruhan penerimaan negara mencakup potensi dari PNBP dan sumber pendapatan lainnya.

8. Fondasi Utama: Kepatuhan Institusi terhadap Regulasi Perpajakan

Kepatuhan institusi terhadap regulasi perpajakan, terutama Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017, memegang peranan krusial dalam keberhasilan BPN. Implementasi efektif UU Nomor 9 Tahun 2017 di seluruh institusi akan memperluas basis pajak dan meningkatkan efisiensi pengumpulan pajak. Lebih dari itu, kepatuhan seluruh institusi, termasuk badan-badan pemerintah, akan membangun kepercayaan dan akuntabilitas dalam sistem perpajakan.

Kepatuhan institusi akan memberikan BPN fondasi data keuangan yang komprehensif, memungkinkan badan tersebut untuk memantau dan menegakkan regulasi perpajakan secara efektif di seluruh negeri. Ketika institusi pemerintah sendiri patuh terhadap UU Nomor 9 Tahun 2017, hal ini akan menjadi contoh positif bagi entitas lain dan wajib pajak individu, mendorong budaya kepatuhan pajak yang lebih kuat. Dengan demikian, kepatuhan institusi bukan hanya sekadar memenuhi kewajiban hukum, tetapi juga merupakan langkah strategis untuk mendukung mandat BPN dan memperkuat sistem fiskal nasional.

9. Tantangan dan Manfaat Implementasi Komprehensif

Implementasi wajib Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 oleh seluruh institusi berpotensi menghadapi beberapa tantangan. Resistensi terhadap perubahan struktural dalam institusi pemerintah yang sudah ada mungkin terjadi. Koordinasi dan integrasi sistem antar berbagai entitas yang memiliki infrastruktur TI yang berbeda juga akan menjadi kompleks. Pengembangan dan implementasi infrastruktur TI yang canggih untuk memproses dan mengamankan data keuangan dalam skala besar memerlukan investasi yang signifikan. Selain itu, navigasi lanskap hukum dan regulasi yang ada, termasuk potensi kebutuhan akan Omnibus Law untuk merevisi berbagai undang-undang terkait perpajakan, bea cukai, dan pengelolaan keuangan negara, akan menjadi krusial. Jaminan privasi dan keamanan data sesuai dengan persyaratan UU Nomor 9 Tahun 2017 juga perlu diperhatikan.

Meskipun demikian, implementasi komprehensif UU Nomor 9 Tahun 2017 menjanjikan berbagai manfaat signifikan. Peningkatan rasio pajak dapat dipercepat. BPN akan memiliki fondasi yang lebih kuat dengan data yang terintegrasi dan transparan. Kesinambungan kebijakan dan dukungan terhadap visi fiskal pemerintah akan meningkat. Keadilan dan kepatuhan dalam sistem perpajakan akan lebih terjamin karena penerapan yang universal. Pada akhirnya, potensi peningkatan penerimaan negara akan mengurangi ketergantungan pada utang dan memungkinkan pendanaan yang lebih besar untuk pembangunan nasional.

10. Mekanisme dan Implikasi Akses Informasi Keuangan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 mewajibkan lembaga keuangan (LJK, LJK Lainnya, dan Entitas Lain) untuk melaporkan informasi keuangan secara otomatis kepada DJP. Informasi yang dilaporkan mencakup identitas pemegang rekening, nomor rekening, identitas lembaga keuangan, saldo/nilai rekening, dan pendapatan terkait. Batasan saldo tertentu mungkin berlaku, misalnya untuk rekening individu di sektor perbankan. Pelaporan umumnya dilakukan secara elektronik, seringkali melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk lembaga tertentu, meskipun opsi non-elektronik mungkin tersedia dalam kondisi tertentu.

DJP menggunakan informasi yang diperoleh untuk pencocokan data, pemeriksaan kepatuhan, penerbitan surat permintaan penjelasan data dan/atau informasi (SP2DK), dan pelaksanaan audit pajak. Akses yang ditingkatkan terhadap informasi keuangan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pajak secara signifikan, baik bagi individu maupun institusi, dengan mengurangi peluang untuk tidak melaporkan pendapatan dan aset secara akurat. Mekanisme pelaporan yang rinci di bawah UU Nomor 9 Tahun 2017, termasuk kewajiban lembaga keuangan dan prosedur bagi DJP, menyediakan jalur yang jelas untuk peningkatan penerimaan negara. Peralihan ke pelaporan elektronik juga menunjukkan modernisasi sistem administrasi perpajakan.

11. Kesimpulan dan Rekomendasi

Analisis ini menegaskan adanya keselarasan strategis yang kuat antara usulan Dr. Imam Nashirudin, peran penasihat Bapak Hadi Poernomo, tujuan RPJMN 2025-2029, dan ketentuan pemberdayaan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017. Implementasi komprehensif UU Nomor 9 Tahun 2017 di seluruh institusi merupakan langkah krusial untuk mencapai target fiskal yang ambisius dan membangun fondasi yang kokoh bagi Badan Penerimaan Negara (BPN). Manfaat utama yang diharapkan meliputi peningkatan rasio pajak, fondasi BPN yang kuat dan transparan, kesinambungan kebijakan, keadilan yang lebih besar dalam sistem perpajakan, dan peningkatan kepatuhan secara keseluruhan.

Untuk mewujudkan visi ini, beberapa rekomendasi perlu dipertimbangkan oleh para pembuat kebijakan:

  • Mewajibkan secara formal implementasi komprehensif Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 di seluruh institusi pemerintah dan entitas terkait melalui arahan atau regulasi yang jelas.
  • Mengembangkan peta jalan dan jadwal implementasi yang terperinci, termasuk pembagian tanggung jawab yang spesifik untuk setiap institusi.
  • Berinvestasi dalam infrastruktur TI dan sistem keamanan data yang diperlukan untuk mendukung operasional BPN dan pemrosesan informasi keuangan yang diperoleh berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 2017.
  • Melakukan program sosialisasi dan pelatihan yang komprehensif bagi seluruh institusi terkait untuk memastikan pemahaman yang mendalam mengenai kewajiban mereka berdasarkan UU Nomor 9 Tahun 2017.
  • Membangun mekanisme yang jelas untuk koordinasi antar lembaga dan pertukaran data antara BPN dan badan-badan pemerintah terkait lainnya.
  • Mempertimbangkan amandemen legislatif (potensi melalui Omnibus Law) untuk menyederhanakan pembentukan dan operasionalisasi BPN serta memastikan keselarasan penuh dengan UU Nomor 9 Tahun 2017.
  • Mengembangkan kerangka kerja pemantauan dan evaluasi kinerja yang kuat untuk melacak kemajuan pembentukan BPN dan dampaknya terhadap penerimaan negara dan kepatuhan pajak.
  • Memprioritaskan pembangunan kepercayaan publik dan kesadaran mengenai manfaat BPN dan pentingnya kepatuhan pajak.

Keberhasilan BPN dalam mencapai potensinya sangat bergantung pada upaya yang terkoordinasi dan tegas dari para pembuat kebijakan. Mandat yang jelas, investasi yang memadai, dan strategi komunikasi yang efektif akan memastikan bahwa implementasi komprehensif Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 menjadi pendorong utama dalam memperkuat penerimaan negara dan mewujudkan sistem fiskal yang lebih adil dan berkelanjutan bagi Indonesia.

Reporter: Marshanda Gita – Pertapsi Muda

 
Posted in Ekonomi, Global, Hukum, Keuangan, Nasional, Pajak
Share:

Berita Terkait

Menyambut Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto
Urgensi Amnesti Pajak dalam Konteks Pasal 4 Ayat (1) Huruf p Undang-Undang Pajak Penghasilan
Potensi Integrasi Tax Accounting Equation ke dalam Sistem Monitoring Self Assessment untuk Peningkatan Rasio Pajak di Indonesia
Advancing Fiscal Resilience: A Comprehensive Analysis of Indonesia's STEM CEL Initiative for Tax Transformation

Post navigation

 Penilaian Mandiri Pemantauan Sistem: Panduan Komprehensif untuk Praktik TI dan Keamanan Siber yang Lebih BaikIntegrasi Persamaan Akuntansi Pajak ke dalam Sistem Monitoring Self Assessment untuk Penguatan Sistem Administrasi Perpajakan Inti dan Pembentukan Badan Penerimaan Negara 

Terbaru

Menyambut Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto
23 May 2025

Urgensi Amnesti Pajak dalam Konteks Pasal 4 Ayat (1) Huruf p Undang-Undang Pajak Penghasilan
23 May 2025

Potensi Integrasi Tax Accounting Equation ke dalam Sistem Monitoring Self Assessment untuk Peningkatan Rasio Pajak di Indonesia
22 May 2025

Advancing Fiscal Resilience: A Comprehensive Analysis of Indonesia’s STEM CEL Initiative for Tax Transformation
21 May 2025

Integrasi Tax Accounting Equation (TAE) ke dalam System Monitoring Self Assessment (SMSA) potensial meningkatkan rasio pajak secara cepat menjadi 23%
20 May 2025

Populer

RAMADHAN HARI KE-12
23 March 2024

Kehilangan Figur Ayah
29 March 2024

Persamaan Akuntansi Pajak Dr. Joko Ismuhadi Soewarsono: Pendekatan Inovatif dalam Mendeteksi Penghindaran Pajak dan Ekonomi Bawah Tanah di Indonesia
5 May 2025

Tak Lapor SPT Pajak, 2 Warga RI Ini Ditangkap & Terancam Dibui.
23 February 2024

FISCO: Five Stars Tax Consulting Group – Solusi Pajak Terbaik untuk Anda!
11 March 2025

[TAX 101 EPISODE 4: TUTORIAL LAPOR SPT TAHUNAN 1770 S]
28 March 2024

Blended & Student Centered Learning D4 Akuntansi Sektor Publik Unpad: Pemotongan PPh 21 (TER)
29 February 2024

Penguatan Kualitas Pemeriksaan Pajak: Peran Penelaahan Sejawat dalam Post Audit Quality Assurance dan Implikasinya bagi Kepatuhan Wajib Pajak
24 October 2024

Pertapsi mempersembahkan Forum Group Discussion Series #22 dengan topik: PPN atas Jasa Rumah Sakit
15 March 2024

Corporate Corruption in the Taxation Sector in Indonesia, What is it?
12 February 2024

Pencarian

Categories

  • Ekonomi
  • Global
  • Hukum
  • Keuangan
  • Nasional
  • Pajak
  • Uncategorized

Pengunjung

  • Pengunjung Hari Ini29
  • Kunjungan Hari Ini33
  • Total Pengunjung44587
  • Total Kunjungan84560
  • Pengunjung Online1

Keuangan

Menyambut Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto
Urgensi Amnesti Pajak dalam Konteks Pasal 4 Ayat (1) Huruf p Undang-Undang Pajak Penghasilan
Potensi Integrasi Tax Accounting Equation ke dalam Sistem Monitoring Self Assessment untuk Peningkatan Rasio Pajak di Indonesia
Advancing Fiscal Resilience: A Comprehensive Analysis of Indonesia’s STEM CEL Initiative for Tax Transformation

Breaking News
Menyambut Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto
Urgensi Amnesti Pajak dalam Konteks Pasal 4 Ayat (1) Huruf p Undang-Undang Pajak Penghasilan
Potensi Integrasi Tax Accounting Equation ke dalam Sistem Monitoring Self Assessment untuk Peningkatan Rasio Pajak di Indonesia
Advancing Fiscal Resilience: A Comprehensive Analysis of Indonesia’s STEM CEL Initiative for Tax Transformation
Integrasi Tax Accounting Equation (TAE) ke dalam System Monitoring Self Assessment (SMSA) potensial meningkatkan rasio pajak secara cepat menjadi 23%

© 2025 taxjusticenews.com. All Rights Reserved. Design by Velocity Developer.
Top