Analisis Implikasi Pengangkatan Hadi Poernomo sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara terhadap Pembentukan Badan Penerimaan Negara dalam RPJMN 2025-2029

Jakarta, taxjusticenews.com:
-
Ringkasan Eksekutif: Penunjukan Hadi Poernomo sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara memiliki implikasi signifikan terhadap pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Pengalaman luas beliau sebagai mantan Direktur Jenderal Pajak dan Ketua BPK RI sangat selaras dengan tujuan BPN untuk meningkatkan penerimaan negara. Advokasi beliau yang telah lama terhadap pembentukan badan penerimaan negara terpadu menunjukkan bahwa beliau akan memainkan peran penting dalam merancang pembentukan dan memastikan keselarasan BPN dengan target ambisius RPJMN. Namun, tantangan potensial seperti resistensi institusional, kompleksitas teknologi, dan kebutuhan akan reformasi legislatif perlu diatasi dengan cermat.
-
Pendahuluan:
- Pendapatan negara yang stabil dan terus meningkat memegang peranan krusial dalam pembangunan nasional Indonesia, mendanai program-program penting dan memastikan stabilitas ekonomi.
- Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 menggarisbawahi tujuan ambisius untuk membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai badan pusat untuk mengoptimalkan pengumpulan pendapatan negara, dengan target peningkatan rasio penerimaan negara terhadap PDB menjadi 23%. Target ini merupakan lompatan signifikan dari tingkat saat ini.
- Sebagai langkah strategis, Presiden Prabowo Subianto menunjuk Hadi Poernomo sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara pada Mei 2025.
- Laporan ini bertujuan untuk menganalisis implikasi mendalam dari penunjukan Hadi Poernomo sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara terhadap keberhasilan pembentukan dan operasionalisasi Badan Penerimaan Negara (BPN) dalam kerangka strategis dan target ambisius yang ditetapkan dalam RPJMN 2025-2029.
-
Latar Belakang: Badan Penerimaan Negara (BPN) dan RPJMN 2025-2029:
- RPJMN 2025-2029 secara jelas menguraikan pembentukan BPN sebagai pilar utama untuk mencapai tujuan fiskalnya. Mandat utamanya adalah untuk meningkatkan secara dramatis rasio penerimaan negara menjadi 23% dari PDB pada akhir periode RPJMN tahun 2029. Inisiatif ini secara strategis ditempatkan di bawah Prioritas Nasional 7, yang berfokus pada reformasi birokrasi komprehensif untuk meningkatkan efisiensi pengumpulan pendapatan. RPJMN mengidentifikasi kelemahan mendasar dalam pengumpulan pendapatan saat ini karena adanya kesenjangan administrasi dan kebijakan, yang ingin diatasi oleh BPN melalui transformasi institusional yang signifikan.
- RPJMN menetapkan Indikator Kinerja Utama (IKU) spesifik untuk mengukur kemajuan dalam peningkatan pendapatan. Ini termasuk target peningkatan jumlah wajib pajak sebesar 90% melalui upaya ekstensifikasi yang efektif dan tujuan ambisius untuk mencapai tingkat kepatuhan 100% dalam penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pada tahun 2029. Selain itu, target 100% untuk indeks efektivitas kebijakan penerimaan negara menggarisbawahi pentingnya tidak hanya meningkatkan pendapatan tetapi juga memastikan kualitas dan dampak kebijakan terkait pendapatan. Meskipun tujuan utamanya adalah rasio pendapatan terhadap PDB sebesar 23%, RPJMN juga menyajikan target rasio pajak yang lebih terukur dalam kisaran 11,49% hingga 15,01% pada tahun 2029, yang menunjukkan pendekatan bertahap untuk mencapai target fiskal.
- Pembentukan BPN secara strategis sangat penting untuk mewujudkan target pendapatan yang ambisius ini dan secara intrinsik terkait dengan visi jangka panjang Indonesia Emas 2045. BPN dipandang sebagai ‘enabler’ fundamental untuk mengoptimalkan pendapatan negara, menyediakan ruang fiskal penting yang diperlukan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi dan berkontribusi secara signifikan dalam mencapai aspirasi pembangunan jangka panjang Indonesia.
Intisari:
- Target rasio pendapatan terhadap PDB sebesar 23%, meskipun ambisius, mungkin merupakan tujuan jangka panjang, dengan target rasio pajak yang lebih realistis dalam kisaran 11-15% pada tahun 2029. Hal ini menunjukkan adanya potensi perbedaan antara visi utama dan target jangka pendek yang lebih mungkin dicapai dalam kerangka waktu RPJMN.
- RPJMN mengidentifikasi kesenjangan administrasi dan kebijakan sebagai alasan rendahnya penerimaan negara saat ini. Ini mengimplikasikan bahwa keberhasilan BPN tidak hanya bergantung pada restrukturisasi organisasi tetapi juga pada implementasi kebijakan pendapatan pajak dan bukan pajak yang lebih efektif.
- Penekanan pada reformasi birokrasi di bawah Prioritas Nasional 7 menunjukkan bahwa BPN dipandang sebagai bagian dari upaya pemerintah yang lebih luas untuk meningkatkan efisiensi dan tata kelola, menunjukkan potensi sinergi dengan inisiatif reformasi lainnya.
-
Pengangkatan Hadi Poernomo: Konteks dan Keahlian:
- Hadi Poernomo membawa pengalaman yang kaya ke dalam perannya sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara, setelah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pajak (DJP) dan kemudian sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). Kepemimpinan beliau di lembaga-lembaga penting ini memberikan pemahaman mendalam tentang lanskap fiskal Indonesia.
- Keahlian beliau mencakup seluruh spektrum pengelolaan penerimaan negara, mulai dari detail rumit perumusan dan implementasi kebijakan pajak yang diasah selama menjabat di DJP, hingga prinsip-prinsip pengawasan keuangan dan akuntabilitas yang beliau perjuangkan sebagai Ketua BPK RI. Perspektif ganda ini sangat relevan dengan tujuan BPN.
- Yang terpenting, Hadi Poernomo telah lama dan vokal mendukung pembentukan badan penerimaan negara terpadu di Indonesia. Beliau secara terbuka menganjurkan pemisahan DJP dari Kementerian Keuangan untuk menciptakan Badan Penerimaan Negara yang lebih otonom dan efektif. Beliau bahkan mengutip Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Pasal 35A sebagai secara implisit mengamanatkan pembentukan badan tersebut (meskipun referensi ini tampaknya tidak akurat ). Pandangan beliau tentang perlunya pemisahan fungsi pendapatan dan pengeluaran untuk tata kelola yang lebih baik sudah ada sejak tahun 2003, dan beliau percaya bahwa menempatkan otoritas pajak langsung di bawah Presiden akan meningkatkan pengumpulan pendapatan.
- Penting untuk mengakui bahwa masa jabatan Hadi Poernomo di masa lalu tidak luput dari kontroversi. Beliau sebelumnya pernah menjadi tersangka dalam kasus KPK, meskipun status hukum beliau kemudian dibersihkan melalui proses banding. Konteks historis ini mungkin relevan bagi persepsi publik terhadap peran penasihat beliau saat ini.
Intisari:
- Pengalaman luas Hadi Poernomo di bidang pengumpulan pendapatan pajak dan audit keuangan negara memberinya perspektif yang unik dan komprehensif yang sangat berharga dalam merancang BPN yang efektif dan akuntabel.
- Meskipun beliau sangat mendukung, referensi hukum yang tidak akurat terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 menyoroti perlunya landasan hukum yang lebih kuat dan terverifikasi untuk inisiatif BPN.
- Penyebutan historis keterlibatan beliau dalam penyelidikan KPK, meskipun sudah diselesaikan, dapat menjadi perhatian bagi sebagian pemangku kepentingan, terutama dalam konteks pembentukan badan baru yang berfokus pada pengelolaan dana negara yang signifikan.
-
Implikasi Peran Penasihat Hadi Poernomo terhadap Pembentukan BPN:
- Pengalaman mendalam Hadi Poernomo dan wawasan strategis yang diperoleh dari karir ekstensifnya dalam administrasi pajak dan pengawasan keuangan menempatkannya sebagai tokoh yang sangat berpengaruh dalam membentuk perencanaan strategis dan desain struktural BPN. Pengetahuan langsung beliau tentang seluk-beluk sistem perpajakan saat ini akan sangat berharga dalam merancang struktur BPN untuk mengatasi inefisiensi dan tantangan yang ada. Selain itu, pengalaman beliau di BPK akan memberikan perspektif yang berharga dalam memastikan akuntabilitas dan mencegah salah urus keuangan di dalam badan penerimaan negara yang baru.
- Keselarasan yang kuat antara keyakinan Hadi Poernomo yang telah lama dianut tentang perlunya BPN dan prioritas eksplisit RPJMN untuk pembentukannya menciptakan sinergi yang sangat menguntungkan. Peran penasihat beliau secara signifikan dapat memfasilitasi penerjemahan tujuan peningkatan pendapatan RPJMN yang ambisius menjadi strategi yang praktis dan dapat ditindaklanjuti. Pemahaman beliau tentang tantangan dalam mendirikan badan semacam itu, ditambah dengan advokasi beliau, dapat membantu mengumpulkan momentum dan dukungan yang diperlukan untuk keberhasilan implementasi BPN.
- Pengalaman Hadi Poernomo dalam memimpin organisasi pemerintah besar seperti DJP dan BPK memberinya wawasan yang tak ternilai tentang kompleksitas pengelolaan transisi organisasi, mengintegrasikan berbagai entitas, dan membina budaya organisasi yang kohesif dan efektif di dalam BPN. Keakraban beliau dengan proses birokrasi dan potensi sumber resistensi akan sangat membantu dalam mengembangkan strategi yang efektif untuk menavigasi dan mengatasi tantangan tak terhindarkan yang terkait dengan pendirian badan pemerintah baru skala besar seperti BPN.
- Sebagai Penasihat Presiden, Hadi Poernomo akan memainkan peran penting dalam menavigasi lanskap politik dan institusional yang rumit seputar pembentukan BPN. Kemampuan beliau untuk berinteraksi dengan berbagai pemangku kepentingan pemerintah, memahami kepentingan dan potensi kekhawatiran mereka, serta membangun konsensus akan sangat penting untuk mengamankan dukungan politik dan institusional yang diperlukan bagi keberlanjutan dan efektivitas jangka panjang BPN.
Intisari:
- Pengalaman unik Hadi Poernomo dalam pengumpulan pendapatan dan audit keuangan memberikan keuntungan besar dalam merancang BPN yang efektif dan akuntabel.
- Dukungan beliau yang telah lama dianut terhadap BPN kemungkinan akan mempercepat proses pembentukan dan mendapatkan dukungan dari pemangku kepentingan.
- Peran penasihat beliau akan memerlukan keahlian dalam menavigasi dinamika politik dan institusional yang kompleks dalam pemerintahan.
-
Keselarasan dengan Strategi dan Target RPJMN:
- Peran penasihat Hadi Poernomo selaras kuat dengan strategi spesifik yang diuraikan dalam RPJMN untuk meningkatkan penerimaan negara secara keseluruhan. RPJMN menekankan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak , bidang di mana pengalaman mendalam Bapak Poernomo di DJP akan sangat berharga dalam memberikan panduan praktis tentang perluasan basis wajib pajak dan peningkatan efisiensi pengumpulan. Pengalaman pengawasan keuangan beliau yang lebih luas dari BPK juga akan mendukung fokus RPJMN pada intensifikasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan mengidentifikasi peluang untuk optimalisasi dan memastikan akuntabilitas dalam pengumpulannya.
- Strategi utama dalam RPJMN adalah implementasi Sistem Administrasi Perpajakan Inti (Coretax) untuk memodernisasi administrasi perpajakan. Dukungan Bapak Poernomo sebelumnya terhadap sistem administrasi perpajakan yang canggih, yang mencerminkan prinsip-prinsip Coretax, menunjukkan bahwa beliau kemungkinan akan sangat mendukung dan memberikan saran untuk keberhasilan penerapan dan pemanfaatan sistem krusial ini. Pemahaman beliau tentang persyaratan teknologi dan potensi tantangan dalam meng-implementasikan sistem skala besar semacam itu akan sangat penting.
- Pembentukan BPN secara eksplisit ditempatkan dalam agenda reformasi birokrasi RPJMN di bawah Prioritas Nasional 7. Penunjukan Hadi Poernomo sebagai penasihat untuk inisiatif spesifik ini secara langsung mendukung tujuan utama untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan penerimaan negara melalui transformasi institusional.
Intisari:
- Pengalaman praktis Hadi Poernomo di DJP sangat selaras dengan penekanan RPJMN pada ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, memberikan panduan berharga untuk mencapai target pendapatan.
- Dukungan beliau sebelumnya terhadap sistem administrasi pajak yang canggih menunjukkan bahwa beliau kemungkinan akan menjadi pendukung kuat implementasi sistem Coretax, yang merupakan inti dari strategi peningkatan pendapatan RPJMN.
- Integrasi BPN ke dalam agenda reformasi birokrasi RPJMN, diperkuat oleh peran penasihat Hadi Poernomo, menunjukkan pendekatan komprehensif untuk meningkatkan pengelolaan penerimaan negara.
-
Potensi Tantangan dan Pertimbangan:
- Meskipun penunjukan Hadi Poernomo strategis, pembentukan BPN kemungkinan akan menghadapi tantangan signifikan. Resistensi terhadap perubahan struktural substansial yang diperlukan untuk pembentukan BPN merupakan kemungkinan yang berbeda dalam institusi pemerintah yang ada. Mengoordinasikan kegiatan dan mengintegrasikan sistem berbagai badan yang kemungkinan akan menjadi bagian dari BPN juga akan menghadirkan kendala logistik dan operasional yang kompleks. Selain itu, pengembangan dan implementasi infrastruktur TI canggih yang diperlukan untuk BPN, termasuk memastikan keamanan data yang kuat, akan menjadi upaya teknologi yang besar. Terakhir, menavigasi lanskap hukum dan peraturan, termasuk potensi kebutuhan untuk menyelaraskan BPN dengan kebijakan pajak yang ada dan berpotensi memberlakukan undang-undang baru, dapat terbukti menjadi proses yang panjang dan rumit.
- Pembentukan BPN bukannya tanpa kritik. Pendapat yang berbeda dan perspektif alternatif ada di dalam pemerintah, sebagaimana dibuktikan oleh resistensi sebelumnya dari dalam Kementerian Keuangan. Beberapa pihak berpendapat bahwa perbaikan pengumpulan pendapatan dapat dicapai dalam struktur Kementerian Keuangan yang ada tanpa perlu adanya badan terpisah. Pandangan yang berbeda ini perlu diatasi dan diselaraskan untuk memastikan keberhasilan pembentukan dan operasionalisasi BPN.
- Peran legislasi, khususnya potensi penggunaan Undang- Undang Omnibus, akan sangat penting dalam memfasilitasi pembentukan BPN. Mengingat perlunya merevisi banyak undang-undang terkait perpajakan, kepabeanan, cukai, dan pengelolaan keuangan negara, Undang-Undang Omnibus dapat menyediakan mekanisme yang efisien untuk memberlakukan perubahan hukum yang diperlukan. Namun, proses pemberlakuan Undang-Undang Omnibus dapat menjadi rumit dan memakan waktu, yang berpotensi memengaruhi jadwal pembentukan BPN. Referensi sebelumnya yang tidak akurat terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagai potensi dasar hukum menyoroti pentingnya membangun landasan hukum yang jelas dan akurat untuk BPN.
Intisari:
- Mengatasi resistensi institusional, terutama dari Kementerian Keuangan, akan menjadi rintangan signifikan bagi pembentukan BPN. Peran penasihat Hadi Poernomo akan memerlukan keterampilan diplomasi dan persuasi yang kuat untuk membangun konsensus dan mengamankan kerja sama yang diperlukan dari semua entitas pemerintah yang relevan.
- Keberhasilan implementasi BPN akan sangat bergantung pada pengembangan dan penerapan infrastruktur teknologi yang kuat dan aman, khususnya sistem Coretax. Mengatasi potensi tantangan terkait keamanan data, integrasi sistem, dan memastikan keandalan sistem akan sangat penting bagi BPN untuk mencapai tujuannya.
- Kerangka hukum dan peraturan untuk BPN mungkin memerlukan perubahan legislatif yang signifikan, yang berpotensi memerlukan penggunaan Undang-Undang Omnibus. Proses ini dapat menimbulkan kerumitan dan penundaan, dan perencanaan yang cermat akan diperlukan untuk memastikan transisi hukum yang lancar dan efektif.
-
Kesimpulan dan Rekomendasi:
- Penunjukan Hadi Poernomo sebagai Penasihat Presiden Bidang Penerimaan Negara membawa harapan besar untuk pembentukan BPN dalam RPJMN 2025-2029. Pengalaman luas beliau dan advokasi yang telah lama dianut terhadap badan penerimaan negara terpadu sangat selaras dengan tujuan ambisius RPJMN untuk meningkatkan penerimaan negara. Keahlian beliau akan sangat berharga dalam membentuk arah strategis, desain struktural, dan mekanisme operasional BPN.
- Penunjukan ini menawarkan peluang unik untuk memanfaatkan pemahaman mendalam Bapak Poernomo tentang generasi pendapatan dan pengawasan keuangan untuk menciptakan BPN yang tidak hanya efektif dalam memenuhi target RPJMN sebesar rasio pendapatan terhadap PDB 23% tetapi juga kuat dalam tata kelola dan mekanisme akuntabilitasnya. Wawasan beliau dapat membantu menjembatani kesenjangan antara aspirasi kebijakan dan implementasi praktis, memastikan bahwa BPN diperlengkapi dengan baik untuk mengatasi kesenjangan administrasi dan kebijakan yang secara historis menghambat upaya pengumpulan pendapatan Indonesia.
- Untuk memaksimalkan manfaat peran penasihat Hadi Poernomo dan memastikan keberhasilan pembentukan dan operasionalisasi BPN selaras dengan target RPJMN, para pembuat kebijakan harus:
- Secara formal menugaskan Bapak Poernomo untuk memimpin satuan tugas khusus yang terdiri dari perwakilan kementerian-kementerian utama (termasuk Keuangan, Perencanaan, dan Hukum dan HAM) untuk mengawasi pembentukan BPN. Satuan tugas ini harus bertanggung jawab untuk mengembangkan peta jalan implementasi yang terperinci, mengatasi potensi resistensi institusional, dan memastikan koordinasi antar-lembaga yang efektif.
- Prioritaskan pengembangan kerangka hukum yang komprehensif dan akurat untuk BPN. Ini harus melibatkan peninjauan menyeluruh terhadap undang-undang yang ada terkait perpajakan, kepabeanan, cukai, dan pengelolaan keuangan negara. Pemerintah harus mempertimbangkan secara serius penggunaan pendekatan Undang-Undang Omnibus untuk menyederhanakan reformasi hukum yang diperlukan dan memastikan landasan hukum yang jelas dan kuat untuk badan baru tersebut.
- Berinvestasi secara signifikan dalam infrastruktur teknologi yang diperlukan untuk BPN, khususnya sistem Coretax. Investasi ini harus mencakup langkah-langkah keamanan data yang kuat dan memastikan integrasi yang mulus dengan sistem TI pemerintah yang ada dan di masa depan. Wawasan Bapak Poernomo tentang kebutuhan teknologi badan penerimaan negara modern harus dicari secara aktif dan dimasukkan ke dalam desain dan implementasi sistem.
- Membangun saluran komunikasi yang jelas dan transparan dengan semua pemangku kepentingan yang relevan, termasuk badan-badan pemerintah, komunitas bisnis, dan publik, untuk mengatasi kekhawatiran, membangun konsensus, dan mendorong dukungan untuk inisiatif BPN. Bapak Poernomo dapat memainkan peran penting dalam mengartikulasikan manfaat BPN dan mengatasi potensi kecemasan atau kesalahpahaman.
- Mengembangkan kerangka kerja pemantauan dan evaluasi kinerja yang kuat untuk BPN sejak awal. Kerangka kerja ini harus selaras dengan IKU yang diuraikan dalam RPJMN dan mencakup penilaian rutin terhadap kemajuan BPN dalam mencapai target pendapatan, meningkatkan efisiensi, dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Pengalaman Bapak Poernomo di BPK dapat memberikan wawasan berharga dalam merancang mekanisme evaluasi kinerja yang efektif.
Tabel Kunci:
- Tabel 1: Target dan Strategi Penerimaan Negara RPJMN 2025-2029
Metrik | Target 2025 | Target 2029 | Strategi Utama | ID Snippet |
---|---|---|---|---|
Rasio Penerimaan Negara terhadap PDB | 12.36% (Pendapatan Negara) / 10.24% (Penerimaan Perpajakan) | 23% (Penerimaan Negara) / 11.52%-15% (Penerimaan Perpajakan) | Pembentukan Badan Penerimaan Negara , Ekstensifikasi dan Intensifikasi Penerimaan Perpajakan , Implementasi Sistem Informasi Inti Perpajakan (Coretax) | |
Peningkatan Jumlah Wajib Pajak | – | 90% (berdasarkan target kinerja organisasi) | Ekstensifikasi Penerimaan Perpajakan | |
Tingkat Kepatuhan Penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi | – | 100% | Intensifikasi Penerimaan Perpajakan | |
Indeks Efektivitas Kebijakan Penerimaan Negara | – | 100% | Pembenahan Tata Kelola Ekstensifikasi dan Intensifikasi Perpajakan |
Reporter: Marshanda Gita – Pertapsi Muda