Kualitas Pemeriksaan adalah Cerminan Integritas Institusi


Sumber: dokumen pribadi

Jakarta, taxjusticenews.com:

“Quality is never an accident. It is always the result of intelligent effort.
There must be the will to produce a superior thing.”
― John Ruskin

Pemeriksaan pajak merupakan salah satu instrumen paling vital dalam sistem perpajakan, karena melalui kegiatan inilah negara menguji apakah Wajib Pajak telah melaksanakan kewajiban tidak saja formilnya, tapi materiilnya juga dengan benar. Namun, hingga hari ini, kita masih menjumpai sejumlah persoalan mendasar: pemeriksaan yang tidak konsisten, kesimpulan yang terlalu berfokus pada koreksi nilai, serta ketimpangan dalam dokumentasi dan penilaian risiko. Bahkan tidak jarang, pemeriksaan justru menjadi pemicu sengketa yang panjang, karena tidak diimbangi dengan kualitas argumentasi dan bukti yang memadai.

Masalah-masalah ini menunjukkan bahwa kualitas pemeriksaan belum menjadi perhatian utama secara sistemik. Padahal, kualitas pemeriksaan bukan hanya soal benar-salah perhitungan, tetapi soal integritas institusi dan keadilan perlakuan terhadap Wajib Pajak. Pemeriksaan yang tidak bermutu dapat menimbulkan distrust, memperburuk kepatuhan sukarela atau voluntary compliance, dan mengganggu ekosistem perpajakan nasional.

Standar Pemeriksaan dan Pentingnya Profesionalisme

Melalui PMK Nomor 15 Tahun 2025, pemerintah sebenarnya telah menetapkan kerangka baku yang cukup komprehensif. Tiga standar utama: standar umum, pelaksanaan, dan pelaporan, menjadi pondasi yang sah secara regulatif. Pemeriksa diharapkan memiliki kompetensi teknis, integritas, dan independensi. Pelaksanaan pemeriksaan pun harus berbasis bukti, menggunakan teknik audit yang profesional, serta mendokumentasikan segala aktivitas dalam Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP).

Namun dalam praktik, tantangan utama bukan pada absennya regulasi, melainkan pada inkonsistensi implementasi dan kurangnya pengendalian mutu. Di sini lah diperlukan transformasi dari pendekatan administratif menjadi pendekatan profesional yang berorientasi kualitas.

CRM: Tepat Sasaran dan Berkelanjutan

Pemeriksaan berkualitas tidak hanya diukur dari besar kecilnya koreksi, tetapi juga dari ketepatan dalam memilih siapa yang diperiksa. Di sinilah peran Compliance Risk Management (CRM) menjadi sangat penting. Melalui CRM, DJP menyusun profil risiko kepatuhan Wajib Pajak berdasarkan data historis, karakteristik usaha, transaksi yang dilaporkan, hingga informasi pihak ketiga. Dengan pendekatan ini, pemeriksaan menjadi berbasis risiko, bukan acak atau administratif.

Lebih dari itu, jika Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) akan kembali diintegrasikan ke dalam sistem CRM. Ini memungkinkan DJP membentuk pemetaan kepatuhan material yang berkelanjutan, serta merancang treatment jangka panjang yang sesuai untuk seluruh Wajib Pajak. Pemeriksaan dan CRM membentuk siklus mutu: CRM memilih siapa yang diperiksa, dan pemeriksaan memperkaya CRM. Ini adalah fondasi bagi keberlanjutan (sustainability) pengawasan dan keadilan perlakuan antar Wajib Pajak.

LHP: Sebagai Diagnosis Kepatuhan

Salah satu instrumen hasil dari proses pemeriksaan adalah LHP. Selama ini, LHP kerap hanya berisi simpulan fiskal dan nilai koreksi. Padahal, dalam paradigma pemeriksaan modern, LHP seharusnya menjadi jendela diagnosis terhadap perilaku kepatuhan Wajib Pajak termasuk perubahannya.

LHP yang baik seharusnya:
• Memberikan analisis penyebab ketidak-patuhan secara mendalam, bukan hanya mencatat akibatnya;
• Menjadi dasar untuk evaluasi regulasi, jika ditemukan celah multitafsir atau kelemahan sistem;
• Digunakan sebagai input untuk peningkatan kompetensi pemeriksa, karena menunjukkan kesulitan teknis yang dihadapi di lapangan;
• Menjadi referensi untuk treatment berkelanjutan terhadap Wajib Pajak yang tepat, seperti edukasi, pengawasan ulang, atau rekomendasi self-correction.

Dengan pendekatan ini, pemeriksaan bukan lagi alat koreksi sesaat, tetapi bagian dari siklus pembelajaran fiskal nasional, termasuk profiling dan mapping Wajib Pajak.

Membangun Sistem Pengendalian yang Andal
Untuk mewujudkan kualitas pemeriksaan yang tinggi, diperlukan pengendalian mutu secara terstruktur. Penguatan dan pembuatan sistem pengendalian yang bisa diintegrasikan:

Reviu adalah mekanisme pengendalian mutu pemeriksaan yang dilakukan saat proses pemeriksaan masih berlangsung. Tujuannya adalah memastikan bahwa tim pemeriksa menjalankan seluruh prosedur pemeriksaan sesuai standar yang berlaku serta bahwa koreksi yang dirumuskan telah memiliki dasar yang kuat, baik dari segi data maupun landasan hukum fiskal. Proses ini dilakukan secara preventif agar kesalahan atau kekurangan dapat diperbaiki sebelum LHP difinalisasi. Pemeriksaan yang menjadi objek Reviu biasanya ditentukan berdasarkan risiko tinggi, nilai koreksi signifikan, atau penugasan langsung dari pimpinan.

Pelaksanaan Reviu dilakukan oleh unit pengendalian mutu unit di atasnya dan dapat melibatkan rekan sejawat senior yang tidak tergabung dalam tim pemeriksa. Pelaksana Reviu akan melakukan penelaahan terhadap KKP, prosedur yang dijalankan, serta dokumentasi awal koreksi. Hasil penelaahan tersebut didiskusikan secara langsung dengan tim pemeriksa sebagai bentuk umpan balik, kemudian didokumentasikan dalam laporan internal. Dengan sistem ini, kualitas pemeriksaan dapat dikawal sejak awal dan potensi kekeliruan substansi bisa diminimalkan.

Berikutnya adalah Peer Review / Penelaahan Sejawat, yaitu proses penelaahan kualitas pemeriksaan setelah LHP diterbitkan, yang berfokus pada evaluasi menyeluruh terhadap hasil pemeriksaan dari sisi ketepatan prosedur, pengujian, pembuktian, dan konsistensi simpulan fiskal, serta kualitas dokumentasi. Peer Review berperan sebagai bentuk audit atas pemeriksaan, yang tidak hanya menilai hasil koreksi namun juga integritas dan profesionalisme dalam proses penyusunannya. Pemeriksaan yang dipilih untuk dilakukan Peer Review bisa berdasarkan parameter risiko, acak namun berkala, hasil Reviu sebelumnya, atau catatan strategis dari pimpinan unit vertikal.

Peer Review dilaksanakan oleh unit pengendalian mutu unit di atasnya dan harus dilakukan oleh reviewer independen yang tidak terlibat dalam pemeriksaan bersangkutan. Tim penelaah akan memeriksa seluruh dokumen seperti LHP, KKP, risalah diskusi, dan pembuktian koreksi. Hasilnya disusun dalam bentuk evaluasi formal, termasuk skor mutu, catatan perbaikan, dan rekomendasi coaching bagi tim pemeriksa. Peer Review menjadi alat penting untuk menjamin kualitas institusional dan mendukung akuntabilitas hasil pemeriksaan secara berkelanjutan.

Kedua pendekatan ini harus berjalan bersamaan dan saling menguatkan. Reviu menjaga kualitas pada saat pelaksanaan, Peer Review memastikan pertanggungjawaban akhir. Bila sistem sedang dalam pengembangan, rekan sejawat di dalam satu unit atau dalam unit di atasnya dapat melakukan pengujian secara rutin dan didokumentasikan secara sistematis untuk menjaga kualitas pemeriksaan.

Kualitas dengan Kompetensi

Kualitas pemeriksaan tidak akan terwujud jika tidak terhubung langsung dengan kompetensi SDM pemeriksa. Oleh karena itu, kualitas LHP seharusnya menjadi:

• Tolok ukur evaluasi jabatan fungsional pemeriksa;
• Dasar perancangan modul pelatihan sektoral;
• Indikator mutu unit kerja atau wilayah.

Dengan mengaitkan mutu LHP dan rekam jejak pemeriksa, DJP dapat membangun loop kualitas yang saling memperkuat: semakin baik kompetensi, semakin baik hasil; semakin baik hasil, semakin terarah pembinaan.

Penutup: Keadilan dan Kepastian Dimulai dari Pemeriksaan Berkualitas

Kita semua menginginkan sistem perpajakan yang adil, berkelanjutan, dan dipercaya masyarakat. Di tengah tantangan global, fluktuasi ekonomi, dan digitalisasi transaksi, pemeriksaan tetap menjadi tulang punggung pengawasan. Namun, jika kualitasnya tidak dijaga, maka tujuan keadilan dan kepastian hukum hanya akan jadi jargon.

Pemeriksaan pajak berkulitas adalah manifestasi dari institusi yang adil, profesional, dan berintegritas. Sudah saatnya pemeriksaan tidak hanya menjadi alat fiskal, tetapi cermin nilai-nilai institusi. Dan dari sanalah, kepercayaan publik bisa dibangun kembali, satu LHP berkualitas dalam satu waktu.

Didy Supriyadi
Penyuluh Pajak Ahli Madya
Kanwil DJP Wajib Pajak Besar
Catatan: Tulisan merupakan pendapat pribadi dan bukan pandangan institusi.

Berita Terkait

Top