Mimbar Wawasan Kebangsaan yang diselenggarakan MPR RI kolaborasi dengan Civitas Akademika Universitas Borobudur


Jakarta – taxjusticenews.com:

Ketua MPR RI ke-16 Bambang Soesatyo bicara pentingnya melestarikan budaya Nusantara. Dia menyebut budaya Nusantara adalah cerminan jati diri bangsa.

Bamsoet, demikian akrab disapa, mengatakan upaya menjaga kelestarian budaya tidak hanya butuh pemahaman dan kesadaran bersama. Lebih jauh lagi perlu adanya komitmen kolektif yang kuat untuk merawat dan melindungi budaya dari pengaruh perkembangan zaman.

“Tanpa adanya komitmen kolektif untuk merawat dan melestarikan budaya nusantara, ketahanan budaya kita akan semakin rapuh. Lambat laun kita akan kehilangan satu demi satu identitas kebudayaan kita. Entah karena terabaikan, entah karena diklaim sebagai milik bangsa lain, atau hilang pelan-pelan tergilas laju dinamika zaman dan terhempas oleh pusaran peradaban,” ujarnya dalam keterangannya, Kamis (19/9/2024).

Hal itu dia sampaikan saat menjadi keynote speech dalam ‘Mimbar Wawasan Kebangsaan’ yang diselenggarakan MPR RI dengan Universitas Borobudur di Gedung Parlemen Jakarta.

Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan kekayaan budaya nusantara merepresentasikan keberagaman bahasa. Seperti diketahui, Indonesia memiliki 724 bahasa, dan menempati posisi kedua sebagai negara dengan bahasa terbanyak di dunia. Namun dari jumlah tersebut, 80 bahasa di antaranya saat ini dinyatakan hampir punah, dan 14 bahasa sudah dinyatakan sudah punah.

“Tentunya masih segar pula dalam ingatan kita, ketika beberapa ‘produk’ kebudayaan nusantara, baik berupa kain tradisional, lagu daerah, tarian daerah, seni pertunjukan, dan beragam jenis kebudayaan daerah khas Indonesia lainnya, pernah diklaim sebagai milik negara lain,” kata Bamsoet.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila ini memaparkan seluruh elemen bangsa dapat pula merujuk pada pengalaman pahit sejarah bangsa Indonesia. Menurutnya penjajahan tidak saja telah menggerus sumber daya dan menguras sumber kekayaan alam, tetapi juga telah memutus alur dan jejak peradaban bangsa Indonesia. Apalagi berbarengan dengan penjajahan tersebut, harta dan kekayaan budaya juga terampas, termasuk di dalamnya manuskrip-manuskrip dan kekayaan intelektual dari beberapa kerajaan.

Bamsoet menegaskan tergerusnya budaya dan kearifan lokal yang lebih membumi bisa terlihat dari kehidupan sosial sekitar. Dia pun mencontohkan lunturnya budaya gotong-royong khususnya di kota-kota besar. Selain itu kepekaan dan kepedulian sosial yang melemah, serta mulai meredupnya budaya sopan santun di kalangan generasi muda bangsa dan lainnya.

“Sampai pada titik ini, rasanya tidak berlebihan untuk menyatakan bahwa membangun ketahanan budaya, dan memajukan kebudayaan, sudah bukan lagi sebuah kebutuhan. Melainkan telah menjadi suatu kewajiban,” urai Bamsoet.

Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Alumni Doktor Ilmu Hukum Universitas Borobudur ini menambahkan pentingnya menjaga ketahanan budaya dan memajukan kebudayaan mempunyai dasar pijakan yang kuat, karena diamanatkan oleh UUD NRI 1945. Dalam pasal 32 ayat (1) UUD NRI 1945 dinyatakan “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.

“Ketentuan tersebut mencerminkan pengakuan adanya dua sisi peran penting kebudayaan, yaitu dalam membentuk jati diri bangsa, dan dalam menyikapi modernitas dan laju peradaban dunia. Amanat konstitusi ini juga mengingatkan kita bahwa upaya melestarikan dan memajukan budaya nasional, akan dikontestasikan dengan beragam paradigma kemajuan zaman yang salah satunya mewujud pada derasnya arus globalisasi,” pungkas Bamsoet.(am)

Reporter: Amanda Valerina

Berita Terkait

Top