Rakyat Kecil Dihantam PPN, Orang Kaya Dapat Pengampunan Pajak
Jakarta, taxjusticenews.com – Undang-undang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Dengan demikian, untuk ketiga kalinya pemerintah Indonesia akan melaksanakan program pengampunan pajak bagi para pengemplang dalam waktu berdekatan.
Program tax amnesty jilid III ini pun menuai kritik dari kalangan ekonom, karena dilaksanakan beriringan dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi sebesar 12% pada 2025.
“Sebenarnya ini dua hal yang berbeda, tapi karena sama-sama terkait pajak dan melibatkan dua golongan masyarakat dengan strata pendapatan berbeda, pada akhirnya seolah saling terkait dan menguntungkan satu pihak alias menjadi tidak adil,” kata Ekonom dari Universtias Diponegoro Wahyu Widodo kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (20/11/2024).
Tax amnesty memang biasanya dimanfaatkan oleh para wajib pajak yang memiliki penghasilan tinggi, baik itu konglomerat atau crazy rich. Dalam program tax amnesty jilid II 2022 misalnya, terdapat 11 orang super kaya alias crazy rich tak bayar pajak yang mendapat pengampunan dari pemerintah. Harta mereka di atas Rp 1 triliun.
Sementara itu, PPN dikenakan terhadap seluruh transaksi barang dan jasa yang dilakukan masyarakat, baik itu kelas menengah ataupun masyarakat miskin. Maka, tak heran kini mulai marak di media sosial masyarakat yang menyatakan rakyat kecil dihantam PPN, orang kaya dapat pengampunan pajak.
“Masalah ini menjadi semakin pelik jika isu ‘ketidakadilan’ itu tadi dieskalasi dalam skala yang lebih besar,” tegas Wahyu Widodo.
Masyarakat kelas menengah bawah kini sebetulnya tengah dalam masalah tekanan daya beli, akibat pendapatannya yang tak mampu mengimbangi kenaikan inflasi. Tercermin dari laju konsumsi rumah tangga yang bahkan sudah tiga kuartal tak lagi mampu tumbuh di atas 5% membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia lajunya makin pelan.
Tingkat konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2024, yang menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 53,08%, hanya mampu tumbuh 4,91%, lebih rendah dari laju pertumbuhan kuartal II-2024 sebesar 4,93%. Kuartal I-2024 pun hanya tumbuh 4,91%.
Kondisi ini membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2024 hanya mampu tumbuh 4,95%, lebih rendah dari pertumbuhan kuartal II-2024 yang sebesar 5,11% maupun kuartal I-2024 yang tumbuh 5,05%, berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS).
“Jadi memang angka-angka yang dikeluarkan BPS itu cukup mengkonfirmasi analisis kita terkait penurunan daya beli,” kata Guru Besar Bidang Ilmu Ekonomi Moneter Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty.
Dengan naiknya PPN pada 2025 sebesar 12% sesuai amanat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), menurut Telisa akan semakin memberatkan daya beli masyarakat ke depan, dan berpotensi semain melemahkan laju konsumsi rumah tangga.
“Nah ini memang harus diwaspadai makanya harus hati-hati sekali dengan kebijakan PPN nanti ke depannya karena dikhawatirkan daya beli masyarakat ke depan akan semakin tertekan,” tegasnya.
Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengakui munculnya usulan untuk memasukkan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty atau Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2025 bersifat dadakan.
“Tiba-tiba Baleg itu memasukkan dalam Prolegnas long list,” kata dia ditemui di kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kota Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).
Misbakhun mengatakan Komisi XI baru mengetahui adanya usulan itu ketika sedang menggelar rapat dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Senin (18/11/2024) malam. Di hari yang sama, Baleg sedang menggelar rapat kerja dengan perwakilan pemerintah mengenai Prolegnas Prioritas ini.
“Tiba-tiba diberitahu oleh anggota Komisi XI yang ada di Baleg, bahwa ada Prolegnas, dan di long list itu ada tax amnesty,” kata dia.
Mengetahui tentang itu, Misbakhun mengatakan Komisi XI kemudian mengambil inisiatif menjadi pengusul RUU tersebut. Menurut dia, Komisi XI dirasa lebih tepat menjadi pengusul karena memiliki pengalaman membahas mengenai pengampunan pajak dalam tax amnesty yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya.
“Kalau kemudian mau dijadikan prolegnas prioritas, maka sebagai Ketua Komisi XI yang selama ini bermitra dengan Menteri Keuangan, yang di dalamnya itu ada Direktorat Jenderal Pajak, maka Komisi XI berinisiatif untuk kemudian mengusulkan itu menjadi prioritas di 2025,” kata dia.
Reporter: Amanda Valerina
Sumber: CNBC Indonesia